Setiap tahun kita rutin memperingati hari kelahiran Nabi saw. Dan peringatan ini sudah menjadi tradisi masyarakat yang turun menurun. Mengenang jasa orang adalah perbuatan baik. Perbuatan dan tradisi baik itu merupakan ibadah bukan bid’ah. Orang yang tak mengenangnya bukan dikatagorikan orang baik. Karena ia tidak bisa mengenang jasa dan berbalas budi orang.
Bagaikan kisah diputar ulang, acara peringatan maulid Nabi Muhammad saw dikenang dan dirayakan masyarakat demi untuk mengingatkan masyarakat Islam sejarah beliau dari mulai lahir sampai wafat beliau. Jelasnya, peringatan maulid Nabi bagi kita di sini, sudah menjadi tradisi yang mendarah-daging. Tahun demi tahun berjalan, dan acara demi acara maulid pasti menyertainya. Dan andai kata kita lupa, atau lalai melakukan peringatan trb kita akan segera merasa ada sesuatu yang ganjil atau kurang mantap dalam diri kita. Peringatan maulid Rasulallah saw sudah menjadi kebutuhan hidup kita, ibarat kita butuh makan, butuh minum, butuh menghirup udara segar, butuh tidur, butuh istirahat, butuh senyum, butuh salam, butuh menyayangi dan disayangi.
Tapi sayangnya, tiap ada acara maulid Nabi saw, diam-diam membuat kita merasa sudah puas, bahwa kita sudah melakukan sebuah ibadah keagamaan penting, dan begitu puasnya kita, hingga kita lupa menggali, atau mempelajari lebih dalam, apa makna ibadah itu bagi kehidupan kita sekarang di dunia ini.
Kita sering menggarisbawahi makna agama itu hanya untuk akhirat, dan melupakan semua urusan yang bersangkutan dengan keduniaan. Pemahaman keagamaan kita sering kabur. Kita lupa, bahwa ibadah yang kita lakukan dalam memperingati maulid Nabi saw pada dasarnya mempelajari kembali jejak seorang manusia termulia bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib yang diangkat Allah sebagai kekasih-Nya, yang membawa nur atau cahaya Ilahi untuk merobah wajah dunia dari gelap gulita menjadi terang menderang.
Dengan upacara peringatan maulid Nabi Muhammad saw, kita harus bisa mengambil teladan dari sirah atau perjuangan beliau. Adapun pertama kali yang dibawa Rasulallah saw dalam perjuangan beliau adalah “Nur” atau cahaya yang bisa menerangi kehidupan kita yang gelap gulita di dunia menjadi kehidupan bercahaya yang terang menderang. Beliau adalahpembawa nur atau cahaya Ilahi yang telah merobah peradaban Jahiliah menjadi peradaban Islam dan merobah masyarakat dunia yang kufur menjadi masyarakat yang beriman.
Pendeknya, beliau berjuang dengan gigih, saing malam dan tak kenal lelah menerangi dunia dengan nur Ilahi. Adapun nur atau cahaya yang dibawa Rasulallah itu tidak akan pernah padam. Nur atau cahaya itu menjadi pusaka, menjadi warisan tak ternilai. Cahaya itu tersimpan di dalam kitab suci yang tiap hari dibaca. Mereka, orang kafir, telah berusaha sekuat tenaga ingin memadamkan nur atau cahaya tersebut, akan tetapi cahaya itu terpelihara dan terjaga tidak akan pudar atau mati sampai hari kebangkitan.
“Mereka ingin hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan Allah tetap menyempurnakan cahaya Nya meskipun orang orang kafir benci” (Al-Quran)
Makanya, dalam upacara peringatan maulid Rasulullah, kita diminta membaca sejarah beliau dalam sebuah teks terbuka, agar kita tak hanya membacanya dengan nasyid-nasyid, melainkan dengan menjadikannya suri teladan dalam mengikuti dan mencontoh perilaku, budi pekerti yang mulia, dan perjuangan beliau yang luhur dalam menegakkan agama. Upacara peringatan maulid Nabi saw janganlah berhenti cuma pada upacara. Upacara peringatan itu jangan hanya menjadi amalan hampa, gabug, dan kosong bagi kehidupupan kita di dunia. Akan tetapi upacara peringatan itu harus dijadikan suatu energi luar biasa yang bisa merobah wajah dunia Islam. Makanya kita jangan berasyik asyik dengan kulit luar dan pinggirannya saja. Akan tetapi kita harus masuk menelusuri selak beluk perjalanan Nabi dalam menegakkan agama dan membela kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar